eramuslim - Hah! Aku memekik seraya membuang selimut. Kupastikan jam yang terpampang di dinding. Lemes. Pukul lima lewat tiga puluh lima menit, segera kuambil hp lalu kutekan nomor telepon tempatku, baito.
Begitu kudengar suara dari seberang telpon, segera saja aku minta maaf dan mengatakan akan datang terlambat. Tanpa ba bi bu lagi, kuputar kran air di wastafel, lalu gosok gigi dan mencuci muka. Kusisir rambut sekenanya lalu kuambil kunci sepeda dan melesatlah dengan kecepatan tinggi. Terkadang lampu merah pun kuterobos saja, bagiku hanyalah segera sampai di tempat kerja tanpa terlambat lebih lama. Keseringan begini lama-lama bisa dikubi nih.
Hal seperti ini, bukan yang pertama bagiku. Apalagi sewaktu di tanah air. Hanya bedanya kalau di tanah air, hampir semua temanku juga begitu. Jadinya, terlambat pun masih bisa dimaklum. Di negeri ini, orang sangat menghargai waktu. Kalau kita terlambat tidak ada alasan yang bisa kita kemukakan. Gak ada alasan jalanan macet lah, bis nya datang terlambat lah atau nani nani toka. Orang sini akan bilang iiwake yah cuma alasan kita doang.
Saat saya duduk menghadap layar komputer, tanpa sengaja mata saya tertumbuk pada satu tulisan di jadwal solat. Solatlah, sebelum engkau di solatkan. Saya tercenung beberapa jenak. Teringat solat-solat saya yang sering tidak tepat waktu. Apalagi solat subuh, banyak sekali alasannya untuk segera bangun padahal alarm di hp melengking-lengking. Dan bunyi mail masuk dari milis KEMIS, sebuah kelompok pengajian di Sizuoka, cukup memekakan telinga. Kubuka, seperti biasa isinya. Solat yuk...Ajakan untuk tahajjud. Tapi dahsyatnya, kenapa setelah dibaca mata ini semakin mengantuk. kembali kutarik selimut dan kurapikan agar tak ada bagian dari badanku yang kedinginan apalagi di musim dingin seperti ini.
"Sebentar deh, masih ada waktu kan? Daripada kecepetan bangun entar subuhnya kebablasan," gumamku sendiri. Akhirnya tertidur dan begitu mata terbuka, matahari telah bersinar dengan secerah-cerahnya seakan ia tersenyum meledekku. Tentu saja segera kuambil air wudlu dan solat.
Tapi sepertinya aku tak pernah jera dengan kondisi ini. Tidak seperti ketakutanku saat terlambat datang ke tempat kerja. Maka dengan wajah memohon aku meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangnya lagi. Dan biasanya, janjiku bisa kubuktikan. Hari-hari berikutnya, aku selalu datang sepuluh menit sebelumnya ke tempat kerja. Tapi untuk urusan solat yang sering tak tepat waktu bahkan di luar waktu, jarang sekali aku menyesalinya. Bahkan untuk bertobat dan jera untuk mengulanginya pun, rasanya jarang sekali kulakukan. Aku faham sekali hal ini salah. Mungkin solat bagiku bukan suatu kebutuhan, yah sekedar gugur kewajibanlah. Dikerjakan, yah beres.
Apakah memang aku sudah kebal dengan kebaikan hingga sulit untuk berubah atau Alloh sudah mendiamkanku hingga terus berlarut-larut hingga kutemukan sendiri kealpaanku selama ini? Tanpa terasa air mata menitik di kedua pipiku. Ya Alloh, jangan tinggalkan hamba-Mu ini. Jangan Engkau tarik kembali kenikmatan yang penah Engkau beri. Sungguh hamba bertobat. Tak akan ku sia-siakan lagi waktu untuk bermasyuk denganMu. Ampuni hamba-Mu ya Karim..
0 komentar:
Posting Komentar