eramuslim - Saya pergi ke Ma’had Riyaadhil ‘Ilmi untuk belajar, dan meninggalkan keluarga saya di wilayah selatan. Selama belajar itu saya tinggal bersama paman-paman saya dalam keadaan yang serba susah, studi yang melelahkan, transportasi yang sulit, dan urusan rumah tangga yang rumit.
Setiap pagi saya berjalan kaki selama kurang lebih tiga sampai tiga setengah jam. Siang harinya, saya pulang dengan berjalan kaki juga dengan waktu tempuh yang hampir sama atau lebih. Pagi, siang dan malam hari saya ikut membantu memasak, menyapu rumah, mencuci, memperbaiki perabotan, menertibkan dapur, belajar, dan juga mengikuti kegiatan kampus.
Saya berhasil mendapatkan prestasi yang menggembirakan, dan pekerjaan di rumah selalu beres. Baju yang saya miliki hanya satu, yang setiap hari saya cuci, gosok, dan pakai. Baju itu pula yang saya pakai di rumah, ke kampus, dan ke pertemuan-pertemuan yang saya ikuti. Beasiswa yang saya terima sangat minim untuk kebutuhan rumah tangga, sewa rumah, dan untuk makan. Sehari-harinya menggunakan dari uang beasiswa ini.
Kami hanya mampu membeli sedikit daging, dan jarang-jarang makan buah. Setiap hari pekerjaan saya belajar, menghafal dan membaca. Dalam sebulan hanya sekali atau lebih untuk refreshing. Tak kurang dari tujuh belas mata pelajaran yang dipelajari, termasuk bahasa Inggris, geometri, aljabar, serta ilmu-ilmu umum lainnya. Tentunya di samping mata pelajaran agama dan bahasa Arab. Sejak kelas l Menengah Atas saya telah meminjam buku-buku sastra dari Ma’had Riyaadhil ‘Ilmi. Jika saya membaca buku-buku sastra rasanya sedang tidak bersama teman-teman, karena saking konsentrasinya.
Apa yang ingin saya katakan di sini adalah bahwa walaupun saya berada dalam kehidupan yang serba sulit dan melarat namun saya sangat bahagia. Saya bisa tidur dengan pulas, tenang, dan puas.
Kemudian, dengan nikmat Allah, saya mendapatkan tempat tinggal yang luas, makanan yang cukup, berbagai macam pakaian, dan kehidupan yang mudah. Namun demikian, saya merasa tidak berada dalam kepribadian saya yang dulu. Kini banyak sekali kesibukan, gangguan, dan tekanan.
Ini semua menunjukkan bahwa tercukupinya segala sesuatu bukan berarti kebahagiaan dan ketenangan. Oleh sebab itu, jangan mengira bahwa penyebab kesedihan, keresahan, dan kesuntukan yang Anda alami itu adalah karena kekurangan materi atau tidak adanya fasilitas-fasilitas yang mewah dalam kehidupan Anda. Tidak benar, cara berpikir seperti itu. Banyak orang yang hidup pas-pasan tapi lebih bahagia daripada kebanyakan orang yang kaya raya.***
Dr. Aidh al-Qorny
Dari buku Laa Tahzan (Jangan Bersedih!), penerbit Qisthi Press
0 komentar:
Posting Komentar