BERBOHONG (YANG) “BERLANJUT”…


Bismillahir rohmanir rohiim.
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu…


Saudara-saudari Jean yang di sayang oleh Allah subhanahu wa ta’ala…

Ternyata catatan pendek sebelum ini, yang mengetengahkan “permasalahan” BOHONG dan BERBOHONG itu masih berlanjut. Salah satunya melalui argumentasi yang di sampaikan oleh akhi Joko Purnomo saudaraku rahimakumullaahi.

Afwan jiddan yaa akhi Joko kalau reply-nya Jean muat dalam catatan ini. Semoga dengan begini kita dapat mendiskusikannya dengan saudara-saudari yang lainnya. Jazakallah khoir…

Joko Purnomo : 
Saya sependapat dengan Akhi Abu. Suatu contoh, jika nanti Jean berumah tangga dan menyiapkan hidangan untuk suami (afwan, ternyata hidangan itu tidak enak) maka si suami boleh berbohong dengan mangatakan hidangannya enak tapi kok kurang asin ya bu...., coba bayangkan kalo si suami berkata jujur. 

Suatu contoh lagi, jika kita mengetahui seseorang (Muslim) diburu oleh orang kafir misalnya hendak di tangkap dan dibunuh, ketika kita di tanya oleh para pemburu itu..., Apakah anda melihat seseorang yang berlari lewat sini? Maka anda boleh berbohong untuk menyelamatkan orang tersebut dengan mengatakan saya tidak melihatnya atau saya melihat dia lari kesana. (padahal orang tersebut ada di dalam rumah kita misalnya) 

Bukankah semua itu BOHONG???



Jeanny Dive : Wahai saudara-saudariku yang dirahmati oleh Allah...

Yakinlah bahwa berbohong dan atau berbuat dosa itu, (biasanya) diawali dari sesuatu yang (dianggap) remeh atau kecil-kecilan, kemudian ia akan meningkat menjadi candu dan kebiasaan, sehingga dosisnya pun akan bertambah dari waktu ke waktu.

Analogi tentang (harus) berbohongnya seorang suami kepada istri, menurut Jean bukanlah solusi yang bijaksana, dan tidak pula akan memperbaiki hasil masakan dari si istri.

Mengapa HARUS berbohong? Bila hal itu tetap saja tidak akan membuat masakannya menjadi lezat? Bukankah masih banyak cara lain dalam menyatakan perihal yang sebenarnya? Yaa tentu saja tidak dengan cara yang kasar, dan tidak pula menyinggung perasaan satu dengan yang lainnya.

Apabila Jean dijadikan sebagai pembanding untuk masalah ini, sungguh dan insyaAllah aku takkan tersinggung apabila "siapapun" menyampaikan sesuatu yang memang benar adanya. 

1. Bukankah Jean juga punya SELERA yang dapat membedakan antara enak dan tak enaknya suatu masakan..!? ^_^ Aneh bukan bila aku tidak bisa menelan masakan yang kubuat sendiri, lalu aku mengharap “suamiku” menyatakannya nikmat dan lezat?

2. Adalah ANGGAPAN yang keliru lagi menyesatkan, mendapati opini yang mengatakan bahwa “perempuan” itu senang dibohongi. Menurut Jean opini seperti itu merupakan “pinter-pinterannya” orang kafir untuk menipu akidah kita. Biasanya pendapat demikian itu di populerkan oleh berbagai media kafir yang kian subur di negeri ini. Kalau media itu berupa majalah, maka silakan temukan (semisal) di majalah Kosmopolitan dan lain sebagainya.

3. Afwan jiddan yaa… :) Apabila ada tipe lelaki yang punya mental seperti itu, terus terang Jean tidak akan pernah tertarik padanya, dan juga tidak ingin menikah dengan dirinya… ^_^

Satu hal lagi, mohon bedakan antara "berbohong" dengan "membela" segala sesuatu yang Haqq. Mendapati argumentasi di atas, bisa jadi engkau mengukur diri saat itu, dan merasa tak mampu membela saudaramu dengan jalan sungguh-sungguh berjihad (Qital) sebagaimana perintah Islam. (Dalil QS. Al-Baqarah {2}:193). 

Nah dalam hal ini siapa sebenarnya yang berbohong dalam bohong...!?

Bukankah apabila dirimu mengetahui bahwa ketika orang Kafir memerangi diri ataupun saudaramu, maka dalam hal ini engkau wajib membalas perang mereka itu!? Tapi mengapa justru malah berbohong, dan sama-sama jadi pengecut seperti saudaramu yang lari itu… :P

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah {9}:14).

Kembali lagi kepada masalah berbohong, untuk apa berbohong bila Allah jalla wa ‘ala menjanjikan berbagai bentuk kemuliaan lewat kejujuran, sebagaimana firman-Nya: “
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah {99}:7).

Untuk itu marilah benar-benar sami’na wa atho’na kepada peringatan Allah ta'ala berikut ini: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”(QS. An-Nahl {16}:105).

Sungguh Mahabenar Allah dengan segala kehendak-Nya.


Barakallahu fiikum,
Wassalamu’alaykum wr.wb.
~Jeanny Dive~

0 komentar:

Posting Komentar