Pengakuan Dusta
Diposting oleh
Ritz Sidney
on Rabu, 10 Juni 2009
Label:
Oase iman
Alkisah, seorang cucu sangat mencintai neneknya. Setiap pekan ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi sang nenek yang tinggal di kampung. Menjelang lebaran, sang cucu berencana membelikan baju lebaran untuk sang nenek.
Tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada sang nenek, sang cucu berinisiatif untuk membeli pakaian atas usulan istri dan anaknya. Setelah pakaian dibeli dan kemudian diberikan pada sang nenek, sang nenek kecewa dan tidak berkenan menerima pakaian tersebut, alasan sang nenek adalah pakaian yang telah dibelikan untuknya tidak sesuai dengan selera dan kesukaannya. Menurut beliau, model dan warna pakaian yang dibeli sang cucu lebih layak diberikan pada anak muda.
Namun sang cucu berkata, “Saya menyayangi nenek dan saya memberikan apa yang saya sukai pada nenek. Istri dan anak saya juga menyukainya.” Sang nenek membalas, “Tapi saya tidak menyukainya.”
Dilain kisah, pada suatu ketika seorang Raja meminta dua prajuritnya datang menghadap. Sang raja ingin mengetahui siapakah dari dua orang prajurit tersebut yang betul-betul mencintai sang Raja. Kemudian Sang Raja memerintahkan mereka berdua untuk pergi mendatangkan minuman untuk Sang Raja. Satu orang pergi melaksanakan perintah sang Raja, yang satu lagi tidak beranjak pergi, dia tetap berdiri di hadapan Raja. Ketika ditanya kenapa ia tidak pergi, ia menjawab, “Saya sangat mencintai Tuan, saya tidak ingin berjauhan dari Tuanku, saya tidak ingin berpaling dari melihat wajah Tuan.”
Prajurit yang pergi mendatangkan minuman untuk sang Raja menjadi lebih dicintai oleh sang Raja, karena ia patuh pada apa yang sang Raja perintahkan. Walau ia berjauhan secara tempat dengan sang Raja, tapi kedudukannya di sisi Raja lebih dekat. Sedangkan yang tidak pergi untuk melaksanakan perintah sang Raja, walau ia dekat berada disisi sang Raja, tapi kedudukan dirinya jauh dari sang Raja, karena ia tidak mau melaksanakan perintah sang Raja.
Al-Syahrastani dalam bukunya, Al-Milal wa Al-Nihal menuliskan :
Diriwayatkan bahwa Iblis bertanya pada malaikat, “Aku mengakui bahwa Allah adalah Tuhanku dan Tuhan seluruh makhluk, yang maha mengetahui dan maha kuasa, tidak dipertanyakan tentang kodrat dan kehendak-Nya, dan apabila Ia berkehendak terhadap sesuatu, Dia hanya berfirman, “Kun”(Jadilah), maka jadilah ia. Dia juga maha bijaksana, tetapi ada beberapa pertanyaan yang tertuju terhadap kebijaksanaan-Nya.”
Malaikat bertanya, “Apakah pertanyaan-pertanyaan itu? Berapa jumlahnya?”
Iblis (semoga Allah melaknatnya) menjawab, “Ada tujuh pertanyaan.”
“Yang pertama, Dia telah mengetahui sebelum Dia menciptakan aku, apa yang akan ku lakukan. Maka, mengapa Dia menciptakan aku? Dan apa kebijaksanaan-Nya dalam menciptakan aku?”
“Kedua, jika Dia menciptakanku sesuai dengan kehendak-Nya, mengapa Dia memerintahkan aku untuk mengetahui dan mematuhi-Nya? Dan apakah kebijaksanaan-Nya dalam perintah ini, sedangkan Dia tidak akan memperolah keuntungan dengan ketaatanku dan tidak memperoleh mudharat dengan kemaksiatan?”
“Ketiga, ketika Dia menciptakanku dan memerintahkan aku untuk mengakui dan mematuhi-Nya, akupun memenuhinya serta mengakui dan mematuhi-Nya. Mengapa Dia memerintahkan aku untuk mematuhi Adam dan sujud padanya? Apakah kebijaksanaan-Nya dalam perintah khusus ini, padahal ini tidak menambah pengetahuanku dan kepatuhanku terhadap-Nya?”
“Keempat, ketika Dia menciptakan aku dan memerintahkanku secara mutlak, kemudian Dia memerintahkan dengan perintah khusus ini, lalu aku tidak sujud pada Adam, mengapa Dia melaknat aku dan mengeluarkan aku dari sorga? Apakah kebijaksanaan-Nya dalam hal ini? Sedangkan aku tidak melakukan keburukan, kecuali aku hanya berkata, “Aku tidak akan bersujud kecuali hanya kepada-Mu.”
"Kelima, ketika Dia menciptakan aku dan memerintahkan aku secara umum dan secara khusus, kemudian aku tidak mematuhinya, Dia mengutuk aku dan mengusir aku dari sorga. Maka mengapa Dia memberi aku jalan untuk menggoda Adam sehingga aku memasuki sorga sebanyak dua kali, menggodanya dengan bujuk rayuku, sehingga Adam memakan dari pohon yang terlarang dan Dia mengeluarkan Adam dari sorga bersamaku? Apa kebijaksanaan-Nya dalam hal ini ? Seandainya Dia melarangku masuk ke sorga, Adam pasti dapat menghindar dariku dan hidup didalamnya selamanya?”
“Keenam, setelah Dia menciptakan aku dan memerintahkan aku secara umum dan secara khusus dan melaknat aku, kemudian memberiku jalan ke sorga, dan terjadilah permusuhan antara aku dengan Adam, mengapa Dia memberikan padaku kedudukan yang lebih dari anak-anak Adam, sehingga aku dapat melihat mereka sedangkan mereka tidak dapat melihat diriku? Dan bisikan-bisikanku dapat mempengaruhi mereka sedangkan mereka tidak memiliki kemampuan dan kekuatan apapun untuk mempengaruhiku? Apa kebijaksanaan-Nya dalam hal ini? Sedangkan jika Dia menciptakan mereka dalam keadaan fitrah, dan tak seorangpun yang akan memalingkan mereka dari keadaan itu, tentulah mereka akan hidup dalam kesucian, selalu mendengarkan dan patuh. Dan hal ini lebih baik bagi mereka, dan lebih layak dikatakan bijaksana.”
“Ketujuh, aku mengakui semua ini, Dia memerintahkanku secara umum dan khusus, dan apabila aku tidak patuh Dia melaknatku dan mengusirku dari sorga, dan ketika aku ingin masuk sorga, Dia memperkenanku untuk melakukannya dan memberiku jalan, dan ketika aku melakukan apa yang ingin aku lakukan, dia mengeluarkanku tapi Dia memberiku kekuasaan atas anak-cucu Adam. Maka, mengapa ketika aku memohon pada-Nya untuk memberiku kelonggaran. Dia mengabulkannya. Aku berkata; “Ya Tuhanku, beri tangguhlah kepadaku sampai hari manusia dibangkitkan.” Allah berfirman , “Maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh. Sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya [hari kiamat] [QS Shad : 79-81].
“Apakah kebijaksanaan-Nya dalam hal ini? Jika Dia memusnahkan aku pada saat itu , Adam dan seluruh umat manusia pastilah akan hidup aman dan tidak akan ada tersisa kejahatan dimuka bumi, bukankah kelangsungan dunia dalam kedaan yang tertib lebih baik dari pada dunia yang diliputi oleh kejahatan?!
Iblis melanjutkan, “Inilah argumenku yang aku pertahankan atas setiap pertanyaan.”
Berkata penafsir Injil, “Allah kemudian mewahyukan pada malaikat untuk menyampaikan pada Iblis, “Sesungguhnya pengakuanmu bahwa Aku adalah Tuhanmu dan Tuhan sekalian makhluk adalah tidak benar dan tidak tulus, sebab jika engkau sungguh-sungguh berkata jujur bahwa Aku Tuhan semesta alam, pastilah engkau tidak akan bertanya “Mengapa” karena aku Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Aku. Aku tidak ditanya terhadap apa yang Aku lakukan, sedangkan manusia akan diminta pertanggung jawaban mengenai apa yang mereka lakukan.”
Iblis telah salah besar, karena ia mengukur pengetahuan Zat yang tanpa batas dengan dirinya yang sangat terbatas. Bagaimanakah ia akan bisa memahami maksud semua perintah Allah yang pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu? Bukankah semestinya Iblis pasrah, berserah, dan tunduk pada apa yang Allah perintahkan jika ia jujur dengan pengakuannya bahwa Allah adalah Tuhan sekalian makhluk? Namun rasa sombong dan angkuh lebih cenderung mendominasi dirinya.
Beberapa kisah diatas juga mengajarkan pada kita bahwa cinta yang tulus sesungguhnya menjadikan diri orang yang mencintai patuh dan tunduk pada kehendak yang dicintai.
Selama diri kita masih dikuasai oleh bisikan-bisikan setan dan ajakan hawa nafsu dan kepatuhan kita pada perintah Allah berdasarkan atas apa yang kita inginkan, yang kita cintai, dan yang kita sukai, bukan berdasarkan atas apa yang Allah cintai, inginkan, dan kehendaki dari kita, maka sesungguhnya belumlah dinamakan itu pengakuan jujur, cinta yang tulus dan benar.
Pengakuan yang murni dan tulus pada Allah yang sesungguhnya adalah yang memunculkan kepatuhan dan ketundukan yang total terhadap segala perintah dan kehendak Allah Swt.
Salam,
marif_assalman@yahoo.com
http://marifassalman.multiply.com/
oleh M. Arif As-Salman
0 komentar:
Posting Komentar